Ode
to Nothing
Ironi
tentang Hidup dan Mati
Oleh
paperinblue
Judul :
Ode to Nothing (Oda Sa Wala)
Genre :
Drama
Tahun rilis :
2018
Sutradara :
Dwein Baltazar
Penulis :
Dwein Baltazar
Pemeran :
Marietta Subong, Anthony Falcon, Joonee Gamboa, Dido de la Paz
Kematian merupakan sebuah fase kehidupan yang tidak bisa
lepas dari kita. Banyak dari kita yang hidup menghindari kematian namun tidak
jarang beberapa malah menunggu kedatangannya. Salah satunya Sonya, seorang
perempuan paruh baya yang menjalankan sebuah usaha rumah pemakaman milik
keluarga. Hidup Sonya sepi, menggantungkan hidupnya pada orang-orang yang mati
membuat banyak orang enggan menemani. Bahkan, Sonya nampak lebih mati dari
orang-orang mati yang datang ke rumah pemakamannya. Mereka yang ia dandani dan
perbaiki bentuk dan rupanya nampak lebih hidup dari dirinya sendiri. Sonya
hidup tanpa semangat yang menggebu, seolah-olah bernapas hanyalah sebuah
kewajiban yang ia lakukan dengan enggan.
Sonya hidup bersama ayahnya di lantai dua rumah mereka,
lantai satu difungsikan sebagai tempat usaha juga penyimpanan barang-barang
keperluan pemakaman. Ayah Sonya tidak begitu tertarik mengurusi bisnis yang
ada, mereka juga tidak banyak bicara hanya seperlunya saja. Hubungan antara
Sonya dan Ayahnya nampak dingin dan berjarak, tidak seperti hubungan selayaknya
ayah dan anak. Meski hidup bersama, Sonya lebih banyak mengurus bisnisnya yang
seringkali sepi serta mendengarkan lagu di kamarnya sendiri. Seperti tidak
habis penderitaan yang ia terima, Sonya harus menerima kenyataan bahwa
bisnisnya tidak berjalan baik dan utang yang melilit mengharuskan ia merelakan
piano kesayangannya pergi ke tangan rentenir.
Hidup Sonya kemudian banyak berubah setelah dua orang
asing membawa seorang mayat perempuan tanpa identitas ke rumah pemakaman miliknya.
Mereka memberikan beberapa lembar uang agar Sonya tutup mulut tentang kejadian
yang menimpa mayat tersebut. Mayat ini dititipkan kepada Sonya hingga ada
keluarga yang mengakui dan membawanya pulang. Namun, tidak pernah ada yang
datang. Hingga pada akhirnya Sonya menemukan kehadiran seorang Ibu yang telah
lama pergi pada eksistensi mayat itu. Ia mulai membawanya ke lantai dua dan
menidurkannya di kasur agar tidur bersama dirinya. Sonya juga mendandani mayat
itu agar nampak cantik serta membuatkannya alas dari kayu agar mayat tersebut
bisa lebih mudah berpindah tempat. Sonya mencoba memberi hidup pada mayat yang
mati. Mereka mulai makan semeja (bersama Ayah Sonya juga, ia tidak menganggap
hal ini sebagai sesuatu yang aneh) dan Sonya berbicara padanya untuk meminta
nasihat layaknya hubungan ibu dan anak. Kehadiran mayat tersebut pada rumahnya
dianggap Sonya sebagai sebuah keberuntungan yang membawa berkah. Banyak hal
yang mulai membaik dalam hidup Sonya. Hubungan dengan ayahnya menjadi lebih
hangat, bisnisnya berkembang, bahkan kisah cintanya yang menyedihkan perlahan
berangsur-angsur mengalami perubahan. Semua ia percaya karena kehadiran mayat
perempuan itu di rumahnya.
Sejak awal dimulai, film ini terasa bukan untuk dinikmati
seluruh kalangan. Mungkin karena ceritanya dekat dengan kematian, vibes yang
diberikan kesannya sangat gelap dan sendu. Sinar terang hampir-hampir jarang
hadir dalam potongan-potongan adegan. Bagi mereka yang senang dengan film penuh
konflik dan beralur cepat, mungkin akan bosan sejak menit-menit Ode to Nothing
diputar. Hal ini dikarenakan alur cerita berjalan cukup lambat serta cukup
sunyi jika dibandingan dengan film-film box office. Namun banyak pemahaman yang
bisa diambil apabila berhasil menuntaskan sampai akhir. Baltazar menurut saya
mampu menghadirkan rasa sepi dan sendiri yang ada dalam diri Sonya kepada diri
kita masing-masing. Ia mampu membawakan pesan tentang bagaimana ketakutan, rasa
putus asa, serta kesendirian yang ada perlu diselesaikan dan bukan
diproyeksikan pada mereka yang sudah tidak bisa melakukan apa-apa.
Penulis
Paperinblue
Your
classic and typical communication learner, but sometimes i write upon
constellation at night.
Penyunting
Farwa Malika
Tim
Writer Kine
Comments
Post a Comment