Penulis: Nadhira Aufa Adzani; Editor: Farwa Malika
Judul :The Crucible/ Silenced (도가니) (2011)
Genre :Drama
Sutradara :Hwang Dong-hyuk
Penulis :Hwang Dong-Hyuk berdasarkan novel karya Gong Ji-Young dengan judul The Crucible
Pemeran :Gong Yoo, Jung Yoomi
Rating umum :8.1/10 (IMDB)
Tahun 2011, Korea Selatan
dibuat geram oleh salah satu film yang dirilis pada tanggal 22 September, dengan
judul The Crucible/ Silenced (도가니). Kegeraman terhadap film ini bukanlah ditujukan atas dasar produksi
yang medioker, melainkan karena film ini berhasil menggaet simpati tinggi dari masyarakat
akan kisah yang disampaikannya. Arahan Hwang Dong-hyuk dalam menangkap tiap
adegan yang bermakna dari kisah yang diadopsi dari novel karya Gong Ji-young ini,
menjadi salah satu faktor kunci yang membuat The Crucible melejit,
terutama di negara asalnya.
Diangkat dari Kisah Nyata
Film ini terasa lebih nyata dan dekat dengan isu
sosial yang terjadi di masyarakat, karena cerita yang diangkat memang berasal
dari kisah nyata. Kisah ini berangkat dari adaptasi tragedi yang terjadi di
Sekolah Gwangju Inhwa, sekolah yang didirikan sebagai tempat pendidikan khusus
siswa yang mengalami gangguan pendengaran/tuli dan bisu, pada tahun 2000-an. Tragedi
ini berupa kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah terhadap beberapa siswa tuli dan bisu. Hal ini lah yang membuat
masyarakat Korea Selatan geram terhadap peristiwa mengenaskan yang dipaparkan
oleh film ini. Sebab, kasus ini tidak terekspos media, sehingga tidak menarik
perhatian publik. Akibatnya, korban-korban dari kasus ini tidak memperoleh
keadilan yang sesuai.
Tamparan Keras untuk Masyarakat agar Peka terhadap
Isu Sosial
Spoiler Alert!
Faktor
lain yang menyumbang kesuksesan dalam film The Crucible, datang dari
para pemerannya. Film ini dibintangi oleh Gong Yoo dan Jung Yoo-mi, duo
fenomenal dengan kemampuan berakting yang tidak usah dipertanyakan kualitasnya,
yang sukses menyampaikan pesannya masing-masing dalam melakoni perannya. Gong
Yoo dikisahkan sebagai Kang In-ho, seorang guru yang baru saja diterima sebagai
pengajar di sekolah khusus penyandang gangguan pendengaran di Kota Mujin, yang
tidak sengaja bertemu dengan perempuan aktivis Hak Asasi Manusia bernama Seo Yoo-jin
(diperankan Jung Yoo-mi) di perjalanan menuju sekolah itu.
Kejanggalan
dimulai ketika Kang In-ho mendapati beberapa siswa di sekolah itu yang selalu
merasa takut dan menghindar ketika bertemu dengannya atau guru-guru lain. Tidak
jarang ia menyaksikan siswanya dimarahi oleh
para guru di sekolah itu dengan sangat keras hingga melibatkan kekerasan, baik verbal
maupun nonverbal. Awalnya, ia diberitahu bahwa kekerasan hanya digunakan
sebagai strategi untuk mendisiplinkan para siswa yang dianggap “nakal”. Namun,
ia semakin merasa curiga dan geram ketika ia menjadi saksi mata kekerasan terhadap
siswa yang dilakukan oleh pengurus sekolah. Setiap hari ia selalu berusaha
mengumpulkan cerita-cerita dari para siswa yang sekiranya mengalami hal serupa,
dan semuanya mengantarkannya pada kesimpulan bahwa kepala sekolah dan guru-guru
di sekolah itu, tega melakukan tindak pelecahan dan kekerasan seksual.
Kang
In-ho meminta bantuan Seo Yoo-jin untuk mengadvokasi para korban, dan untuk
mengusut kasus ini agar bisa diadili di meja hijau. Akan tetapi, tantangan demi
tantangan pun harus dihadapi. Mulai dari saksi dan korban yang memiliki
keterbatasan pendengaran maupun kemampuan bicara dalam menyampaikan
kesaksiannya. Selain itu, seluruh lingkaran kejahatan ini dirancang sedemikian
rupa oleh para pelakunya untuk mengubur peristiwa yang terjadi selama bertahun-tahun
ini, sehingga pihak kepolisian pun sukar dalam mengendus kasus ini. Kepada masyarakat,
kepala sekolah berusaha mencitrakan dirinya sebagai orang yang taat beribadah,
suka beramal, dan berkontribusi dalam banyak kegiatan sosial. Sehingga, tidak
ada seorang pun yang curiga atas perbuatan biadab yang dilakukannya. Ketika
kasus ini mulai terendus, para pelaku pun tidak berhenti di situ, mereka
berusaha menutup “mulut” penjaga keamanan sekolah, kepolisian setempat, pekerja
sipil, dan otoritas lainnya dengan uang. Kang In-ho yang sudah dipecat dan Seo Yoo-jin
pantang menyerah, terus mengorek untuk menemukan bukti-bukti kuat yang bisa
dihadirkan di meja hijau. Namun sayang, perjuangan mereka hangus karena
tampaknya keadilan dapat “dibeli” dengan uang dan segelintir orang yang
mengagungkan figur religius yang mencitrakan dirinya sebagai orang baik.
Dampak Signifikan bagi Masyarakat
Film ini berhasil membawa amarah,
rasa sakit yang mendalam, dan air mata kepada para penontonnya. Masyarakat
menjadi sadar bahwa negaranya memiliki sistem hukum yang lemah, korup, dan
lingkungan sosialnya menyembunyikan pelaku kriminal bengis yang merampas hak
asasi manusia masyarakatnya sendiri. Masyarakat terlalu percaya dan menjunjung
tinggi (secara buta) orang yang kelihatannya baik dan religius, sehingga mereka
sering lupa bahwa manusia juga jago bersandiwara. Dengan dirilisnya film ini, publik
menjadi sangat berempati pada korban-korban dari peristiwa nyata tersebut, dan
berbondong-bondong mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi ulang terhadap
kasus ini. Dilansir dari Soompi, setelah film ini dirilis, parlemen Korea
Selatan pun merevisi undang-undang tentang tindak kejahatan seksual terhadap orang
di bawah umur dan difabel, hingga meloloskan suatu UU yang dinamakan “Dogani (도가니)”
(bahasa korea dari The Crubicle, judul
film ini) untuk menjadi payung hukum dalam mengadili kasus ini dan kasus-kasus
serupa (Hazelnutthursdays,
2011).
Referensi :
Hazelnutthursdays. (2011, October 31). Legislation Passed in Response to
“The Crucible.” Soompi. Retrieved from https://www.soompi.com/article/368206wpp/legislation-in-response-to-the-crucible-passed
Comments
Post a Comment